|
Raina memandang luas lapangan sepakbola yang ada disekolahnya, namun pandangannya kosong. Tiba - tiba handphonenya berbunyi. Dia menghela nafas dan kemudian mengangkatnya dengan malas.
“Apa Pa? Mau minta izin ke luar negeri lagi? Atau minta restu aku buat Tante Luna?,” kata Raina kasar.
“Papa mau kamu merestui hubungan papa dengan Tante Luna, mama kamu sudah lama tiada dan papa butuh seseorang untuk menggantikannya mengurus dirimu dan begitu juga papa,” kata Papa Raina memaksa.
“Pa…. Aku udah berjuta kali bilang ke papa gak ada yang bisa gantiin mama sampai kapanpun. Kalau papa emang kepengen banget kawin yaudah kawin aja, aku tetap dengan pendirianku”
“Yaudah kamu belajar yg rajin, jangan bikin masalah ya. Papa mau ke Aussie dulu.”
telfon ditutup
Raina menundukkan kepalanya seakan ada sesuatu yang membuat kepalanya terasa berat. Dia kadang suka berfikir apa dia benar benar putri papanya, kenapa papanya itu tidak menunjukkan rasa kasih sayang padanya. Yah toh papanya mau menikah tapi tidak pernah mengenalkan calonnya pada Raina. Rainapun tidak mau punya sosok yg menggantikan mamanya.
Bel berbunyi dan dengan segera anak – anak membereskan buku dan alat tulis kemudian memasukkannya ke tas. Tidak berlaku untuk Raina. Dia dengan lambat dan malas membereskan semuanya. Dia fikir kenapa harus buru – buru toh dirumahnya tidak ada siapa –siapa hanya pembantu saja.
“Sama aja ya kayak anak yatim piatu, berasa gapunya papa” gumam Raina
Eh tanpa disangka gumamannya itu terdengar oleh manusia eksis dikelas yang rada menyebalkan.
“Wow! Big News nih! bisa buat gosipan yang oke juga hahaha” kata Lucy licik
***
Keesokan harinya Raina mendapat bangkunya penuh coretan dan kertas yang bertuliskan ‘anak tiri’ secara otomatis Raina naik darah dan bertanya ke seisi kelas siapa yang tega melakukannya.
“Siapa nih yang bikin meja gue berantakan?”
Sekelas hening tak ada jawaban.
Lalu Lucy menghampiri Raina dan menyenggol pundaknya
“Opps, sorry sorry gak sengaja ya. Eh si anak tiri! Apa kabar tuh bokap lo? masih kabur kaburan gak ada dirumah ya? Kesiaaaann”
“Oh ternyata tuh lo ya yang bikin meja gue kotor gini, mending lo bersihin sekarang atau gue kasih peringatan ke lo!”
“uuuuu atuttt, hahaha emangnya lo bisa apasih anak tiri? orang tua aja gak punya sok sok ngasih peringatan”
“Buruan bersihin deh tangan gue gatel banget pengen nabok lo nih”
“Ogah ah, lo bersihin aja sendiri. daah~”
Raina tidak mau mencari masalah, pesan papanya meminta dia untuk tidak memukul wajah Lucy. Walaupun dia tidak suka dengan sikap ayahnya, Raina tetap mendengarkan nasihat dan pesan papanya. Namun sekarang bukan waktunya melamun, Raina dengan segera membersihkan mejanya.
“Boleh gue bantu?”
Raina kaget, tiba – tiba ada seorang laki – laki yang menghampirinya. Laki – laki itu teman sekelasnya yang keren, namanya Henry.
“Boleh kok, makasih ya!,” kata Raina sambil tersenyum
“Iya sama – sama, Raina,”
Tidak lama mereka membersihkannya, pak guru sudah datang dan siap untuk memulai pelajaran.
***
Setelah pulang sekolah,
“Eh, eh, eh, Raina! Tunggu!,” teriak Henry
“ Iya, Hen? Ada apaan?,” tanya Raina
“Hemm mau pulang bareng gak?,”
“Hah? Pulang bareng? Gak salah nih?,”
“Loh emangnya aneh ya? kan kita temenan,”
“Haha gak aneh sih cuman gak kebiasa aja pulang bareng temen, tapi ya bolehlah sekali kali,”
“Okedeh, kita naik busway yuk!”
“O..okey”
Sebenarnya Raina sudah dijemput supir tapi kapan lagi dia bisa pulang bareng sama temen. Apalagi temennya itu adalah Henry. Henry itu bukan cowok biasa yang kerjanya cuman belajar, tapi dia itu andalan klub futsal. Kalau gak ada dia tim gak bakal menang deh. Yah jadi Raina manggut – manggut aja diajak pulang bareng sama orang keren macam Henry.
Henry ternyata mengantar pulang Raina. ‘Ini sih namanya bukan pulang bareng, tapi nganterin,’ ujar Raina membatin. Walaupun senang, tapi Raina juga menaruh curiga pada Henry yang tumben – tumbennya mengantar Raina pulang.
“Nah udah sampai kan nih? Gue balik ya, Rai,” kata Henry lembut
“ Waduh, sorry banget nih jadi ngerepotin lo gini,” kata Raina malu – malu
“Iya gapapa kali, gue seneng bisa anter lo gini. Udah lama pengen gue lakuin tapi gak kesampaian. Eh aduh… keceplosan,”
“Loh? Henry?,” Tanya Raina dengan perasaan terkejut. Ternyata Henry menggenggam tangannya.
“Maaf, ya. Mungkin ini terlalu terburu – buru buat lo, tapi gue udah lama memperhatikan lo. Dari mulai lo jenuh karena masalah rumah sampai tertawa lebar ketika pak Jemmy menjelaskan fisika. Gue menyukai lo emm gak, gak, sayang deh sama lo, eh gak juga gue udah cinta deh sama lo. Gak tau sejak kapan –mungkin sejak Raina tersenyum- gue gak mengapa dan bagaimana. Jadi menurut lo gimana?,”
“Hen, ternyata lo hobi ngomong ya? Jangan tegang dong, gue juga ikutan tegang nih. Aduh gimana ya ngejawabnya jadi bingung deh. Gue rasa lo belum tau apa – apa tentang gue, bagaimana gue, dan apa yang gue rasain. Gue bukan cewek biasa yang gampang pacaran dan jalan – jalan kayak remaja cewek yang lain. Gue punya beban yang lo gak tau berapa jumlahnya. Gue harap lo ngerti dan mau membantu gue mengurangi beban gue. lo ngerti kan maksud gue?,”
“Ja,ja,jadi lo nolak gue nih?,”
“Gue gak nolak lo sebagai temen kok,”
“Makasih ya, Rai. Yaudah lo masuk gih, sampai ketemu besok ya,”
“Iya, Hen.,”
Akhirnya Henry pulang dengan sedihnya, tanpa Henry duga Raina pun merasakan hal yang sama. Raina ingin membalas perasaannya, namun Ia takut mengecewakannya karena kondisinya sekarang. Tak punya seorang mama, papa yang super sibuk dan calon ibu tiri yang baru. Tapi dibalik itu semua ternyata ada masalah yang lebih besar, yang siapapun tidak tahu keadaan sebenarnya begitupun papanya.
“Aduh, gue lupa ke dokter nih jadinya! Aih, semuanya gara – gara Henry!,” gumam Raina sambil masuk ke kamarnya dan tanpa Ia sadari meneteskan air mata.
“Kenapa nangis sih aduh lemah banget ya gue, ck ck sudah resiko punya penyakit dahsyat gini,” kata Raina dengan suara gemetar dan sambil menghapus air matanya.
***
Keesokan harinya kepala Raina terasa sakit dan berat. Mungkin karena Raina kemarin ke dokter sebagai mana biasanya. Halhasil, Raina mengkompres kepalanya sebentar kemudian Ia memaksakan dirinya untuk sekolah karena tidak ingin tertinggal pelajaran dan juga ingin melihat…. Henry. Ya, dia memaksakan diri hanya untuk dua hal itu. Begitulah Raina, Keras dan terkadang jadi lupa akan kondisinya. Segera Ia berpakaian kemudian sarapan disertai minum obat yang jumlahnya tidak sedikit.
***
Sesampainya disekolah, Henry yang pertama kali menyadari kalau Raina itu pucat.
“Hey, Rai! lo kok pucet aja sih? Segitu kagetnya apa pernyataan cinta gue, sampai lo shock dan pucet begini? eh serius deh, lo kenapa sih? masuk angin?,” tanya Henry
“Gak, gak apa kok cuman shock aja bokap gue akhirnya jadi mau nikah sama Tante Luna,” kata Raina lemas
“Idih? Siapa tuh Tante Luna? Gebetan bokap lo?,”
“Iya, Hen. Bokap memang butuh kasih sayang banget deh dari Tante Luna. Padahal gue yg paling miskin kasih sayang,”
“Ih, lo tuh penuh aura negatif ya! Siapa bilang lo miskin kasih sayang? masih ada gue, Rai. Don’t worry lah,” kata Henry enteng
“Iya ya, gue masih punya lo hehehe lupa tuh,”
“Jahat banget sih lo, udah yuk masuk kelas. Pak Jimmy udah kearah sini tuh,”
Ingin sebenarnya Raina memberi tahu Henry yang sebenarnya. Tapi apa daya, dia tidak bisa membiarkan orang yang dia sayang merasa kehilangan nantinya. Jadi lebih baik diam dan lakukan apa yang bisa Raina lakukan selama dia masih bisa melakukannya. Ternyata disisi lain Lucy melihat mereka dengan tersenyum licik. Dibalik rahasia Raina ada pula rahasia yang disembunyikan Lucy begitu juga Henry. Ya, rahasia. Rahasia sekaligus rencana untuk membuat Raina terlena akan Henry dan kemudian Henry meninggalkannya. Begitulah rencana busuk Lucy untuk mengerjai Raina. Raina yang tidak tahu apapun tentang hal ini tetap berteman baik dengan Henry.
***
Henry gugup, merasa kalau rencananya gagal untuk membuat Raina jatuh cinta padanya dan bersedia menjadi pacarnya. Ternyata dia takut dengan Lucy, Lucy mengancam akan menyebarkan foto masa kecilnya yang dianggap memalukan ke semua isi sekolah. Bagi Henry hal kecil seperti itu dapat membuat pamornya turun dan dia tidak mau hal tersebut terjadi. Saat Henry melamun, Lucy menarik tangannya.
“Gue rasa gagal deh lus, masa dia nolak gue yang ganteng gini sih?,” ujar Henry
“Gak! lo belom gagal kok, gue lihat si Raina suka sama lo kok. Lo lanjutin aja ya, sampe berhasil. Atau….,” ancam Lucy
“ Ya ya ya!! jangan disebut! oke oke gue jalanin mau lo lus,”
Henry langsung kabur sambil mengumpat dan Lucy tampak menikmati permainan ini. Ketika Henry hendak menepuk pundak Raina yang sedang membaca buku, Raina keburu pingsan. Henry kaget dan segera menggendong Raina menuju UKS. Kemudian dia dibaringkan, Henry menunggu sampai Raina sadar. Setelah setengah jam akhirnya Raina bangun, wajahnya pucat dan tangannya dingin. Raina kebingungan dan bertanya – tanya kenapa dia bisa disini dan Henry menjelaskannya. Walaupun begitu Henry hanya diberi tahu Raina bahwa Ia cuman capek dan masuk angin. Henry percaya dan tidak bertanya apapun. Lalu Raina digandeng sampai mobil yang sudah menjemputnya di lapangan parkir. Dari kejadian ini, Henry berfikir ulang akan rencana Lucy. Dia berfikir lebih baik dia dipermalukan daripada membuat perasaan orang lain terluka. Akhirnya dia menghampiri Lucy untuk membatalkan rencananya itu.
“Lus, gue mundur aja deh. Gak tega gue, kesian si Raina,”
“Oh? jadi lo milih pamor lo turun dan ngebantuin si anak tiri itu? ya gak apa juga sih,”
“Iya gak apa, gue emang beneran sayang jadinya sama tuh anak. Dia bener – bener kurang kasih sayang dan lo berani macem – macem sama dia hadepin gue dulu!,”
“Lo jadi balik ngancem gue?! Gak bisa! Lo bakal nerima perlakuan yang sama seperti yg dialamin si anak tiri itu,”
“BODO!! GUE GAK TAKUT LUCY,”
Henry pergi meninggalkan Lucy yang terkaget – kaget karena omongan Ia tadi. Lucy akan bikin perhitungan pada Henry dan Raina. Lebih besar. Lebih kasar. Lebih kejam. Itu yang dipikiran Lucy sejak Henry pergi meninggalkannya.
***
Tetapi sebelum rencana super jahatnya Lucy dilaksanakan, Raina tidak masuk sekolah. Dia sudah dua bulan tidak pergi sekolah, tidak ada yang tahu mengapa. Seisi sekolah tidak ada yang tahu begitu juga Henry. Raina menghilang tidak ada jejak. Pernah sekali papanya ke sekolah, tapi hanya memberi kabar kalau Raina tidak masuk tidak memberi alasan.
Seminggu kemudian…
Salah satu pembantu yang sudah lama bekerja dirumah Raina menyerahkan sebuah kotak kepada Henry di sekolah. Ukuran kotak itu tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Henry kaget sekaligus kangen, selama ini tidak ada kabar sedikit pun dari Raina. Kemudian Henry buru – buru membuka kotak tersebut dan isinya ada sepucuk surat serta beberapa foto Henry dari berbagai pose. Ketika Ia berlatih futsal, bercanda dengan teman, serius belajar dan ketika dimarahi guru karena tidak membuat pr. Disetiap foto, dibelakangnya terdapat tanggal dan komentar dari foto yang diambilnya. Seperti ketika ekspresi kaget Henry saat Ia masuk tim inti klub futsalnya, dibelakang foto tertulis ’19 September 2010, Henry masuk tim inti! WOW! Ikut senang mendengarnya. Usaha dia gak sia – sia selama ini. Terima kasih Tuhan’. Masih ada surat yang belum dibaca, dengan hati – hati Henry membukanya. Hatinya sangat grogi.
“Halo, Henry! Ingin berkata banyak sekali padamu, ‘Terima Kasih’ dan ‘Maaf’. Terima kasih atas perhatianmu dan sayangmu padaku. Aduh baku banget ya bahasanya? Yaudah deh gak apa. Terima kasih juga udah bantuin aku selama ini disekolah. Terima kasih udah pernah anter aku ke rumah. Maaf waktu itu gak bisa bales perasaanmu walaupun ingin sekali. Maaf aku berbohong banyak padamu. Sebenarnya aku sakit kanker otak stadium 3 tapi penyakit ini gak bisa berhenti jadi aku banyak bolos deh hem kira kira udah berapa bulan ya? banyak deh pasti hehehe. Aku juga bohong soal aku hanya bisa nerima kamu sebagai temen aku, yang bener itu aku pengen banget bisa sama – sama terus sama kamu, bisa disamping kamu, ngobrol lebih banyak sama kamu. Tapi aku gak pengen bikin kamu sedih karena kehilangan aku, aku mau kamu bisa cari yang lebih baik dari aku, lebih panjang umur dari aku. Henry, mungkin saat kamu baca kalimat demi kalimat ini aku udah gak ada di dunia lagi. Aku pengen kamu tetep semangat belajarnya ya, jangan ngejer eksis melulu. Banyak yang suka kamu tanpa kamu harus eksis, termasuk aku. Papa juga udah bahagia sama Tante Luna, dia gak terlalu perhatiin aku banget sih emang. Tapi pas tau aku sakit, papa cuma kaget trus aku disuruh ke Amerika buat jalanin pengobatan. Pengobatannya sakit, Hen. Aku gak kuat, apa lagi gak ada kamu disana. Papa juga cuma nemenin aku seminggu disana abis itu harus balik lagi ke Aussie nerusin kerjaanya. Aku gak apa gak diperhatikan, yang penting orang yang aku perhatikan baik – baik aja itu juga udah lebih dari cukup kok. Yaudah deh segini aja kali ya, ntar kalau kebanyakan kamu nangisnya seember deh hahaha. Semangat terus! Gapai impian kamu jadi pemain futsal profesional! Aku selalu dan akan selalu dukung kamu, aku selalu dihati kamu. Jangan lupain aku ya. Pyong!”
Lucy dari jauh memandang Henry, dia terdiam tak tahu harus berbuat apa. Dia tadi bertanya kepada pembantu Raina yang datang kesekolah. Jadi, Lucy sudah tau Raina sudah meninggal. Lucy sangat merasa bersalah karena telah berniat jahat padanya. DIsamping itu Henry terdiam. Rasanya tidak mungkin Raina meninggalkannya secepat ini. Henry meneteskan air mata, namu buru – buru dihapusnya karena takut ketahuan Raina. Dia merasa harus melanjutkan perjuangan Raina. Dia harus bisa membanggakan Raina. Dan hanya satu, menjadi pemain Futsal Profesional. ‘Terima kasih, Rai. Kamu membuat hidupku lengkap.’ gumam Henry.
***